Acuan Belanja di Medan
Medan, walaupun menjabat sebagai kota ke 3 terbesar di Indonesia namun tidak semua orang tau banyak informasi tentang Medan. Bahkan terkadang informasi tentang Medan bisa salah kaprah diterima. Misalnya saja soal salam. Kebanyakan di televisi bahkan televisi Nasional sering sekali presenter menyapa warga Medan dengan sebutan Horas. Padahal aslinya Ahoii... Atau yang sesuai dengan pengalaman Emak dulu.. Saat berkenalan dengan orang dari Pulau Jawa, dia pikir semua orang Medan ber-suku Batak. Padahal suku asli kota Medan Melayu Deli.
Nah.. bukan gak mungkin, suatu saat emak bakalan traveling ke Medan kan.. trus singgah ke pasar tradisional sekedar pengen tau apa aja yang dijual di sini. Mana tau beda kan ya.. sama pasar tradisional di luar Sumatera.
Nah ada beberapa acuan yang harus diperhatikan ketika berbelanja di Medan, khususnya pasar tradisional. Apakah itu.. here we go...
Acuan Belanja di Medan
1. Perhatikan Satuan Eceran
Ada beberapa perbedaan ketika belanja di Medan dengan beberapa daerah di pulau Jawa seperti Jakarta. Misalnya:
- Telur
Membeli telur di Medan tidak dengan satuan kilo seperti di Jakarta. Di Medan kami membeli telur per butir atau per papan (pack). Jadi saat di pasar tradisional jangan tanya "Berapa telurnya sekilo pak?" Nanti penjualnya bingung. Hihihi
- Beras
Kalo di Jakarta masih ada yang jual beras perliter, di sini satuan eceran membeli beras hanya perkilogram atau pergoni. Tidak juga menyebutnya satu sak beras. Tapi segoni / per goni.
- Minyak Goreng
Ssstttt, di Medan minyak goreng ini lebih dikenal dengan nama minyak makan. Dan di Medan dengan ukuran satuan perkilogram juga. Ukuran minyak perliter hanya berlaku untuk minyak kemasan.
2. Acuan Belanja Pakaian
Berbelanja pakaian dan bakal baju yang paling terkenal di Medan ada di Pajak Petisah dan juga Pajak Ikan Lama. Bagi yang belum tahu kalo orang Medan menyebut pasar sebagai pajak harap diingat ya, hahaha.
Ada beberapa panduan belanja di Pajak Petisah. Bisa dibilang pajak Petisah ini mirip Pasar Tanah Abang Jakarta. Namun kita bisa membeli eceran. Tidak ada minimal pembelian di sini. Tapi sayangnya, bagi yang belum pernah berbelanja di sini jangan terkejut dengan sejumlah harga yang disebutkan oleh penjual atau penjaga toko.
Pengalaman Emak, berbelanja di sini setidaknya harus menawar lebih dari 50 persen. Misalnya ketika kita melihat gamis dan bertanya kepada penjaga toko tentang harga gamis. Ketika ia menyebutkan delapan ratus ribu, kita sah-sah saja menawar dengan harga dua ratus ribu. Kalau penjaga toko keberatan, biasanya akan berkata "Belum dapat lah segitu kak ek...". Kita tinggal menjawab "Jadi, berapa lah pas nya kak ek?" Ketika kita masih belum sreg dengan harga yang ia sampaikan kita boleh jawab "Gak dulu lah kak, gak cukup duitku..". Berpura-pura pergi memang trik para pembeli di Medan. Yang kemudian akan disusul kata-kata "Kalo kakak sor.. balik lagi ya kak, harganya 250".
Nah.. dengan harga panduan 250 dari pedagang atau penjaga toko tersebut kita tinggal mencari di toko sebelah dengan harga tak jauh dari angka tersebut. Misalnya 200 hingga 240. Ribet? Hihihi begitulah.. di Medan berlaku harga tawar menawar kecuali barang obral yang sudah terpampang harganya di depan barang dagangan.
3. Dilarang Mupeng
Ketika berbelanja, apalagi dengan teknik tawar-menawar kita dilarang mupeng apalagi sampai memohon kepada penjual untuk menurunkan harganya. Karena itu berarti kita ingin sekali memiliki barang tersebut meskipun harganya dijual mahal. Makanya teknik "pergi kalo gak dikasih" masih sering diterapkan di sini.. hihi
4. Jangan Berbicara dengan Aksen Ibukota
Sebaiknya ketika berbelanja di pajak harus tau beberapa aksen Medan. Misalnya saat bertanya "berapa ini kak ek?" Atau saat menawar "Jan lah mahal kali kak.."
Beberapa sisipan atau kata yang bisa dipakai agar menyerupai aksen Medan misalnya "issss, kali (pengganti banget), cemana/kekmana (pengganti bagaimana) , ntahapa (pengganti entah apa) , ko(pengganti kamu), awak (pengganti saya), Jan (pengganti jangan), dan lain sebagainya"
Nah.. itu beberapa acuan berbelanja di Medan, khususnya di pasar tradisional. Ada saran atau bahkan punya pengalaman ketika travelling dan berbelanja di pasar tradisional Medan, Mak? Kuy kita cerita di kolom komen...
Bakal tertawa saya si urang Sunda kalau main ke pajak eh ke pasar di Medan. Banyak yang belum tahu. Alhamdulillah sekarang nambah wawasan.
BalasHapusTerimakasih issss, kali...
:D
Hehe, si Teteh nempatin aksen issss ya kurang tepat atuuh. Semisal gini Teh, " Issss, mahal kali... kuranglah Bang... " trus dijawab sama abang2 penjualnya, "Isss kakak ini, nawarnya tega kali, kk bikin sendiri ajalah"
Hapushahaha
Ah, rindu hunting2 ke pajak, blom bs krn ppkm
membaca artikel ini sambil menirukan gaya bahasanyaaa! amboi emang medan tuh ya, dibilang keras tapi tanah melayu, tapi orang batak juga, lalu bingung wkwk
BalasHapusya ampun ternyata beda daerah beda juga cara belanjanya ya, hehe.. wah kudu belajar dulu dong biar gak bingung, bisa-bisa diketawain wkwkw
BalasHapusKalau aku baca-baca di postingan ini sih malah aneh yang Jakarta. Kalau belanja di pasar Medan, menurut postingan ini, kayaknya sama aja sih dengan yang di Samarinda.
BalasHapusJadi kangen Medan euy...ya ampun dulu pas pertama ke Medan bingung dengan beberapa istilah yang dipakai. Serius beda banget sama cara nyebutnya di Jawa Timur atau Bali, tempat tinggalku sebelumnya. Dan soal Pajak Petisah, aku pernah kena dong..belanja sama kawan-kawan...aku lepas sendiri, nawar sendiri dan diketawain karena kemahalan yang kubeli hihihi. Sejak itu mending barengan kalau belanja baju gitu, biar kawan bantu nawar kwkw
BalasHapusHahaha jangan bicara dengan aksen ibukota ini juga lhoo di daerah saya akhirnya jadi mahal. Kalo bisa pake bahasa jawa kalo di sini juga mba wkwkwk biar dikasih murah.
BalasHapusPalagi kalo kita gatau harga yah
Intinya, kalo belanja di petisah itu, nawarnya harus tega.
BalasHapusKarena orang tu pun tega kali menjual harga segitu sama awak ye kan...
Tapi di hari-hari tertentu, terutama weekend dan hari libur, seringnya turis domestik itu suka merusak harga.
HapusKarena mereka gak bisa nawar, alias nawarnya dikit aja, jadi lah kita-kita yang lokal kena imbas kawkwkakak ,, jadi jangan belanja di hari libur atau weekend
Iya bener. Beda pasar, eh pajak. Beda satuan dan cara nawarnya.
BalasHapusTulisannya cocok ni buat referensi yang mau main ke Medan.
Bner banget dilarang mupeng ya..karena jadi ga dikasih murah noted deh
BalasHapusIh, capeklah belanja pakaian di pajak. Capek nawar. Dahlah tak pande nawar. Silap-silap ditokoin sama penjual. Makanya Henny mah kapok kalau mentalnya aja ciut.
BalasHapusIss sukak kali awak baca tulisan ini. Tapi emang bener lho kak kalau orang pada tau Horas dari pada Ahoi. Dan mereka mikirnya kalau Medan itu identik dengan Batak.
BalasHapusKalau belanja nawar itu jadi inget emak. Suka nawar nawar
Eh acuan beli berasnya di kampungku di Sumbar juga sama mba, beli beras itu segoni. Hahahaha. Beli telur, pas aku pindah ke Bogor, itu akunya yang bingung. Kok telur dikiloin sih? Wong aku biasa beli per butir atau per papan kok. Hahaha. Begitulah Indonesia ya.
BalasHapusWah penting nih tahu istilah2 belanja di Medan, karena beda wilayah suka beda kebiasaaan ya.. kalau gini kan pas nanti punya kesempatan ke Medan nggak bingung lagi kalau masuk ke pasarnya hehe.
BalasHapusAku pernah nih cha beli beras di warung bilangnya seliter, bapaknya terus melongo aja dong wkwk padahal maksudnya tuh sekilo ya kan :D
BalasHapusMemang penting kali lah yang ditulis si Icha ini, gegara pernah "dimakan" penjual baju di sentral akhirnya kawan kk kl pas dinas ke Medan dari Jkt atau Jogja pasti nelfon kk dulu, ngabsen bahwa dia ke Medan dan minta tour guide gratis utk belanja belinji hihi
BalasHapusgak lupa pas belanja ke tmpt orang mata sipit manggilnya cici atau koko, wkwkwk ngakak
BalasHapusSalah satu logat yang sering dipakai di FTV wkwk, terus nama pemainnya bag Togar "ish apalah kau ini, sudahi semua ini" dengan namanya keras dan kaku.
BalasHapus