Survival Mode
Harga BBM naik lagi? Sebagian orang tentu khawatir akan imbas yang terjadi pada harga pokok makanan atau kebutuhan mendasar seperti sembako. Bukan tidak ikut prihatin dan ikut-ikut berceramah bahwa rezeki sudah diatur. Kami bahkan kembali ke survival mode.
Keputusan pindah kembali ke rumah yang sebelumnya sudah 5 tahun lalu kami tempati bukanlah sebuah keputusan yang mudah. Kalo diingat kembali 3 bulan lalu, keputusan pindah ini menguras emosi bukan hanya kami (suami istri) tapi mengikut ke keluarga besar berdua.
Suami, setelah 2 tahunan mengikuti alur hidup yang mendapati Emak lebih banyak di warung dibanding di rumah akhirnya memutuskan untuk menempatkan Emak kembali ke rumah.
Emak, yang biasanya sehabis subuh sudah berada di pasar untuk belanja kebutuhan warung sekarang berkutat full menyiapkan anak ke sekolah di pagi hari.
Perbedaan? Jelas terlihat. Yang pasti bagi Emak ada dua keadaan yang berbalik 180 derajat. Pertama dari segi waktu, Emak lebih santai tapi bukan nganggur ya.. Karena di rumah saja pun tidak membuat ibu rumah tangga bisa terlihat santai. Kedua, dari segi keuangan. Emak tadinya punya pemasukan sendiri dan terlihat mandiri tak membutuhkan bantuan keuangan dari suami. Sekarang full berharap manja pada keuangannya.
Jadilah rumah tangga ini beralih ke survival mode. "Iih bisa banget ya cuma ngarepin suami, padahal bisa punya uang sendiri" Komentar ini biasa terdengar di telinga. No heart feeling saat mendengar ini. Karena Emak sudah selesai dengan mengenali diri ini.
Pelajaran hidup membuat Emak yakin, Allah memberi cobaan berdasarkan kelebihan yang kita miliki. Emak yang orangnya sejak SMP sudah terorganisir baik masalah jadwal kegiatan sehari-hari sampai keuangan tentu akan sangat mudah bila setiap bulan sudah mendapatkan penghasilan tetap.
Diuji dengan pemasukan suami yang unpredictable. Di saat itulah Emak selalu melibatkan Allah dalam setiap kesulitan yang dihadapi. Terkadang Emak yakin, bila Allah memberi cobaan-Nya karena Allah ingin Emak selalu mengingat-Nya. Bukankah kebanyakan kita lupa pada Tuhan saat sedang hidup di atas?
Secara umum, survival mode itu diartikan sebagai mode bertahan hidup. Kalo di sebuah permainan game, melakukan manuver apapun agar bisa bertahan selama mungkin hingga permainan usai. Kalo di kehidupan? Ya melakukan usaha apapun agar bertahan sekalipun badai tak kunjung usai.
Manfaat Survival Mode
Survival mode bukan hanya cerita sedih doank. Banyak manfaat yang bisa dirasakan sekaligus sekeluarga dalam menjalaninya.
1. Efisiensi
Efisien di bidang apa? Banyak, hihi.
Dari segi keuangan tentu harus dilakukan secara cermat karena pemasukan terbatas. Setiap anggota keluarga juga melakukan penghematan. Anak-anak diajarkan melakukan penghematan dari segi jajan di luar dan pemanfaatan energi rumah.
Dengan listrik 1300W yang kami pakai dalam sebulan hanya menghabiskan 40 ribu rupiah. Sementara dulunya listrik 900 watt untuk warung dan listrik untuk rumah 900 watt kami menghabiskan dana 400 ribu rupiah. Hemat hingga 90%. Air? Hemat hingga 50%.
Pindahan hampir 3 bulan lalu hanya membawa baju yang penting, peralatan masak tanpa rak piring, lemari plastik 4 kabin yang bisa dibongkar. Tanpa mesin cuci, tanpa kipas angin tanpa kulkas. Elektronik yang dipakai hanya lampu, rice cooker, setrika, charger HP.
Peralatan listrik yang dibawa belum pernah dipakai di rumah ini hanya oven dan slow cooker. Asli pindah tanpa mobil pick up. Baju sekeluarga (suami istri dengan 5 anak) cukup di dalam satu lemari dengan 1 keranjang tempat baju bersih yang belum disetrika. Gamis Emak hanya dibawa 6. Di dalam rumah lebih sering pake kaos suami. Kalo keluar menjemur baru deh pake gamis rumah. Barang masih di rumah lama belum ada rencana untuk diangkat ke sini.
2. Mengajarkan Anak Berhemat
Selain mengajarkan anak efisiensi di berbagai bidang juga melakukan penghematan dalam penggunaan barang pribadinya. Misalnya buku, pensil dan perlengkapan sekolah.
Di saat anak memiliki uang tak terduga juga diajarkan penghematan uang jajan. Membeli sesuatu berdasarkan kebutuhan bukan keinginan.
3. Melatih Simpati Anak
Anak-anak diajarkan untuk simpati dengan keadaan yang berbeda. Kalo kemarin bebas jajan di warung Emak, sekarang tak ada uang jajan tetap (setiap hari bawa bekal kecuali hari puasa sunnah, sekolah juga pas di depan komplek rumah).
Anak-anak sudah mengerti bahwa tidak bisa seenaknya aja minta sesuatu tanpa dipikir. Awalnya pasti lah jetlag. Lama-lama terbiasa juga.
4. Melatih Anak Berdagang
Anak-anak ikut putar otak donk untuk dapetin uang jajan. Mereka berdagang di sekolah. Emak belanja barang di marketplace seperti mug gelas, pulpen gel, pulpen berbentuk kipas, ikat rambut, spidol bahkan lap dapur pun ada. Barang yang mereka mau jajakan mereka bawa ke sekolah. Malu? Gak donk. Uangnya Enak. Setiap penghasilan 10 ribu Emak berikan 2 ribu rupiah. Mereka girang. 🤣
Bahkan saat ada teman membully "heh, sekolah bukan buat dagang.. Belajar tau" Mereka menjawab "ini belajar juga, belajar menghasilkan uang halal". Ya namanya anak Emak, pasti mirip lah sama Emaknya.
Dulu Emaknya SD kalo jualan jajanan bisa full 2 plastik besar di tangan. Satu hari penghasilan bisa 100.000. Tapi kok ya dulu gak minta gaji sama ibu 😁.
5. Melatih Anak Bersandar pada Allah
Beberapa tahun yang lalu saat suami tak lagi bekerja, buka usaha dan usaha juga collaps akhirnya suami ngojek online. Setiap Jumat suami sering mengantar saya mengaji. Praktis 4 anak kami bawa dalam satu motor ikut saya ngaji.
Saat pulang sehabis Ashar di atas motor Emak ajak anak-anak berdoa. Apa saja, sampai anak berdoa agar tidak sempit-sempitan di motor. Qadarullah seorang teman yang saat itu hanya kenal lewat sebuah grup menanyakan apakah suami bisa bawa mobil. Singkat cerita suami ojek online pake mobil. Dahsyatnya doa ya begitu.
Hingga kini, saat-saat mustajab anak-anak selalu berdoa. Entah di saat hujan turun ataupun di penghujung Jumat.
MasyaAllah apalah rasanya Mak, naik motor sambil bawa empat anak buat ke pengajian. Tangguh sekali Mak. Kagum saya jadinya. Mampir ke sini jadi dapat banyak sudut pandang buat menjalani hidup dengan hati lapang.
BalasHapusInsyaallah semua doa-doa icha dan anak2 dikabulkan Allah SWT dan semuanya kembali membaik seperti sedia kala bahkan lebih baik lg ya,, aamiin yra
HapusAda pertanyaan, sampai kapan kita menerapkan mode survival ini? Apakah terus terusan atau dikasih atas waktu sampai kita dapat beradaptasi dengan situasi yang gak ideal ini...?
BalasHapusInspiratif Mbak..survival mode yang ke depan akan jadi dasar bagi anak-anak untuk jadi pribadi yang tangguh dan mampu menghadapi lika-liku hidupnya. Semangat untuk Mba Icha dan keluarga. Sehat selalu semua yaaa
BalasHapusSalut banget baca ini.. dengan melibatkan anak berperan aktif dalam kegiatan keluarga akan terjalin kasih sayang. Ada juga didikan mental agar anak tahu hidup itu tidak seindah cerita di buku atau film
BalasHapusKemaren pas ke bandar setia gak sempat singgah huhu, jadi barang-barang yang belum terbawa diapain kak? btw sesekali survival mode on penting juga diterapkan ke anak anak
BalasHapusHehe...aku pernah beberapa kali ada di fase ini. Dan beruntung tetap mengambil sisi positifnya. Jadi belajar banyak hal baru. Dan lebih bisa tahan banting untuk sesi ujian hidup selanjutnya.
BalasHapusSabar, syukur, doa, dilarang baper, masyaAllah jadi pengingat juga buatku mbaa.. semoga kita semua bisa survive teruss sampe Allah kasih rahmat untuk masuk ke surgaNya
BalasHapusSemua kita pasti ada masa survival mode nya ya Cha.. kakak sendiri yang sudah enak2 tinggal menjalani profesi dan mengurus keluarga saja eh sekolah lg. Qadarullah kali ini memberanikan diri gak pake beasiswa pula,, tugas2 banyak, tugas profesi juga tak surut,, suami n anak2,, rasanya ruarrr biasa. Keep fighting spirit ya Cha,.. Allahu ma'ana!!!
BalasHapusMasya Allah luar biasa mbak.. bener banget nih.. survival mode memang harus dibekalkan ke anak-anak agar kuat menghadapi segala macam rintangan.
BalasHapus