Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Sayangi Hutan Tanpa Nanti

 

Sayangi hutan tanpa nanti

Baru saja selesai menjemur baju, peluh rasanya belum kering karena panasnya cuaca di luar. Anak-anak teriak "Hujan panas ma.. Jemuran..". 

Titik air memang turun meski matahari tak kalah menantang. Sudahlah biar saja tidak usah angkat jemuran, pikirku. Paling juga sebentar lagi berhenti. Salah! Perlahan matahari undur diri, gerimis berubah menjadi tetes hujan deras.

Mau heran tapi ini Kota Medan. Dalam satu pekan ini saja, janji untuk bertemu dibatalkan beberapa kali karena cuaca tak menentu. Seperti janji untuk latihan mendongeng si sulung. Hari terlihat cerah, matahari juga menantang. Ternyata masing-masing terjebak hujan sebelum sampai ke tempat janjian.

Padahal bulan lalu Medan sedang panas-panasnya. Suhu bisa mencapai 34 derajat dengan keterangan di gadget "seperti 39° C". Sementara pekan ini suhu harian 32° C lalu bertukar mendadak menjadi 22° C karena hujan deras.

Kok semakin gak menentu begini ya? Apakah pemanasan global semakin parah ? Alih-alih bicara pemanasan global ternyata dimuat di berbagai  media bahwa sekarang ini kita masuk ke zaman pendidihan global. Apa?

Hutanku Sayang

Pendidihan global, apa itu? Kita cuma tau bumi semakin panas dan kita mencari adem dan segarnya udara dengan menepi ke hutan. Trend nya tempat wisata sekarang, khususnya masyarakat Medan dan sekitarnya adalah camping ke hutan.

Secara kasat mata senang melihat orang-orang peduli dengan hutan. Mau belajar tentang menjaga hutan dan menyadari kebermanfaatan hutan bagi keberlangsungan hidup semua makhluk di semesta.

Contoh terdekat di Sumatera Utara adalah Taman Nasional Gunung Leuser. Gak akan cukup kata mendeskripsikan cantiknya alam Leuser yang terhampar mulai dari Provinsi NAD hingga Provinsi Sumatera Utara.

Provinsi Aceh yang terdeliniasi TNGL meliputi wilayah Aceh Tenggara , Subulussalam, Aceh Selatan, Aceh Singkil, Aceh Tengah, Gayo Lues, Bener Meriah, Aceh Tamiang, sedangkan Provinsi Sumatra Utara yang terdeliniasi TNGL meliputi Kabupaten Dairi, Karo, dan Langkat.

Dengan ketinggian 3404 mdpl dan luas 1.094.692 m² di tahun 2004 status TNGL berubah statusnya menjadi situs warisan dunia. Ada beberapa fauna yang dijaga dari ancaman kepunahan. Yakni:

1. Harimau Sumatera

2. Gajah Sumatera

3. Badak Sumatera

4. Orangutan Sumatera

 Bahkan ada flora unik yang juga dijumpai di Taman Nasional Gunung Leuser yakni Bunga Rafflesia di ketinggian sekitar 378 mdpl.

Ada banyak fungsi TNGL yang telah ditetapkan, di antaranya:

1. Perlindungan sistem penyangga kehidupan;

2. Pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya;

3. Pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.

Dari sekian banyak fungsi tersebut, masih banyak pelanggaran yang terjadi yang dilakukan oleh pengunjung atau wisatawan hingga dilakukan oleh banyak orang yang tidak bertanggung jawab, seperti:

1. Menjadikan  hutan sebagai objek wisata yang tidak dijaga kelestariannya.

2. Menguras sumber daya hutan yang dilindungi seperti perburuan 4 hewan dilindungi di TNGL dan juga perburuan  flora untuk kekayaan diri seperti perburuan kayu gaharu di Leuser yang hampir punah.

3. Illegal logging yang bertujuan untuk memperluas lahan ataupun mengambil kayu hutan untuk industri.

4. Kebakaran yang terjadi di Kawasan Hutan Leuser secara sengaja maupun tidak. 

Kegiatan tersebut di atas tanpa disadari menimbulkan petaka bagi kehidupan di bumi. Secara tidak langsung mempercepat datangnya  musibah bagi kemanusiaan.

Bagaimana tidak, Kawasan Hutan Leuser adalah salah satu paru-paru dunia yang harus dijaga. Rusaknya kawasan tersebut sudah pasti berdampak pada hidup kita. Tuh balik lagi ke pendidihan global.

Dampak Rusaknya Hutan

Sudah tau ya, sekarang ini ternyata masa pemanasan global sudah lewat. Ini bukan kabar gembira yang kita anggap bila pemanasan global sudah tidak ada berarti bumi sudah hijau. Tidak! Ternyata ini masanya  Pendidihan Global.

Pendidihan Global atau Global Boiling disampaikan oleh SekJen PBB Antonio Gutteres pada jumpa pers lalu yang merilis data terbaru dari Organisasi Meteorologi Dunia/World Meteorological Organization (WMO) dan Layanan Perubahan Iklim Copernicus Komisi Eropa/European Commission's Copernicus Climate Change Service (C3S).

Data tersebut menyampaikan bahwa Juli lalu adalah bulan terpanas yang pernah dicapai oleh bumi hingga abad ini. Maka tak heran kenapa bulan lalu di Medan serasa tak pernah adem bahkan di malam hari.

Dampak Pendidihan Global:

1. Tingginya  angka kematian di beberapa bagian bumi karena kekeringan.

2. Kebakaran hutan yang semakin lebar.

3. Gagal panen yang mengancam stabilitas negara.

4. Suhu air laut menghangat yang menyebabkan kerusakan ekosistem laut juga menyebabkan banjir besar di beberapa wilayah.

5. Munculnya berbagai penyakit yang menyerang semua makhluk hidup.

Mengatasi Pendidihan Global

Menurut Antonio Gutteres ada 3 hal yang harus dilakukan untuk mengatasi Pendidihan Global, yakni:

1. Mengurangi Emisi

Tentu saja dengan memakai energi terbarukan. Semoga Indonesia juga berani mengambil langkah meninggalkan  batubara meskipun dianggap sebagai bisnis besar bagi taipan Indonesia. 

Keuntungan sepihak ini tak adil bagi efek yang dirasakan oleh seluruh makhluk hidup di bumi.

2. Adaptasi

Negara-negara maju menurut Gutteres, harus menyajikan peta jalan yang jelas dan kredibel untuk menggandakan pendanaan adaptasi pada tahun 2025 sebagai langkah pertama menuju pengalokasian setidaknya setengah dari seluruh pendanaan iklim untuk adaptasi.

3. Percepatan Aksi dan Pendanaan

Negara-negara maju harus menghormati komitmen mereka untuk memberikan $100 miliar per tahun kepada negara-negara berkembang untuk dukungan iklim dan mengisi kembali Dana Iklim Hijau sepenuhnya," jelas Guterres.

Menurutnya, masih banyak bank, investor dan pelaku keuangan lainnya memberi penghargaan kepada para pencemar dan memberi insentif para perusak planet. Itu lah pentingnya ekonomi hijau yang telah digulirkan BI sebagai pengampu kebijakan keuangan.

Selain itu, apa yang bisa kita lakukan #BersamaBergerakBerdaya #UntukmuBumiku yakni: Jaga hutan dari kebakaran!


Solusi Menghindari Kebakaran Hutan

Menjaga hutan adalah hak dan kewajiban kita bersama. Namun dilansir dari katadata.co.id, sebanyak 135.7 ribu hektare (ha) hutan dan lahan terbakar sepanjang tahun 2019 setidaknya hingga Agustus lalu, di mana titik panas terbanyak berada di wilayah Sumatera dan Kalimantan. 

Data dari SiPongi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mencatat adanya 999 titik panas periode 16-22 Agustus lalu, Kalimantan sebanyak 480 titik panas, dan Sumatera dengan 467 titik panas. 

Peneliti Harvard University, Tianjia Liu memperkirakan adanya potensi kematian dini akibat kebakaran hutan dan lahan mencapai 36 ribu jiwa per tahun pada 2020–2029 jika bencana ini terus terjadi dan tidak segera dibereskan.

Ada beberapa solusi yang bisa dilakukan, yang dilansir dari pemadam kebakaran pemerintah daerah Banda Aceh:

1. Hindari membakar sampah di lahan atau hutan, terutama saat angin kencang. Angin yang bertiup kencang akan berisiko menyebarkan kobaran api dengan cepat dan menyebabkan kebakaran.

2. Berikan jarak tempat pembakaran sampah dari bangunan sekitar 50 kaki dan sejauh 500 kaki dari hutan. Hal itu untuk menghindari risiko api menjalar ke tempat yang tidak diinginkan.

3. Tidak membuang puntung rokok sembarangan di area hutan atau lahan, apalagi jika masih menyala yang berisiko memicu terjadinya kebakaran.

4. Tidak membuat api unggun di area yang rawan terjadi kebakaran.

5. Setelah selesai melakukan pembakaran, pastikan untuk mengecek api sudah benar-benar padam sebelum meninggalkan tempat itu. Perhatikan juga tidak ada barang-barang yang mudah terbakar di sekitarnya.

6. Ketidaksadaran masyarakat bisa menjadi kecerobohan yang menyebabkan hal fatal seperti kebakaran hutan atau lahan. Untuk itu, perlu memberikan peringatan agar tidak sembarangan membakar sampah atau rumput di sekitar hutan, apalagi saat angin kencang di musim kemarau.

7. Penting untuk melakukan konsolidasi dan koordinasi seluruh pihak untuk bersama-sama mencegah terjadinya kebakaran hutan dan lahan.

Dukungan juga penting, seperti bantuan dana untuk kelompok masyarakat yang peduli akan pencegahan dan penanggulangan ‘karhutla’, namun tidak memiliki dana dalam pelaksanaan kegiatannya.

8. Membuatkan sekat-sekat kanal untuk pengaturan hidrologi air pada lahan gambut. Dengan begitu tanahnya jadi lembap dan basah sehingga tidak mudah terbakar, terutama saat musim kemarau.

9. Melakukan pengawasan terhadap titik rawan kebakaran, terutama pada hutan di Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi.

10. Menyiapkan peralatan untuk memadamkan api jika sewaktu-waktu terjadi kebakaran hutan ataupun lahan.

11. Melakukan patroli dan pengawasan rutin pada tempat-tempat yang memang rawan terjadi kebakaran, terutama saat musim kemarau.

12. Deteksi kebakaran sejak awal dengan mendirikan menara pengawas ataupun pos jaga lengkap dengan teropong dan alat komunikasi. Juga, menyimak informasi data satelit/cuaca di area hutan sehingga dapat mencegah terjadinya kebakaran besar.

13. Menyediakan tempat penampungan air di titik-titik rawan kebakaran untuk mempermudah mencari air jika sewaktu-waktu terjadi kebakaran.

14. Penyuluhan ke masyarakat yang tinggal di dekat hutan. Hal ini untuk meningkatkan kesadaran dan kepedulian mereka akan bahaya kebakaran hutan/lahan yang berdampak buruk bagi banyak pihak.

15. Menyediakan alarm peringatan saat kebakaran terjadi sehingga warga cepat bertindak untuk memadamkan api sebelum menyebar luas.

16. Siap siaga jika terjadi kebakaran. Segera memberitahu warga dan pihak-pihak terkait untuk penanganan lebih lanjut.

17. Pemetaan di wilayah-wilayah yang rawan terjadi kebakaran hutan dan lahan supaya semua pihak lebih fokus untuk melakukan pengawasan.

Setelah membaca artikel ini, masihkah ada perasaan tak acuh menghadapi masalah kemanusiaan kita bersama? Yuk #BersamaBergerakBerdaya menjaga hutan!






Sumber:

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Taman_Nasional_Gunung_Leuser

https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-6858729/kini-bumi-disebut-alami-pendidihan-global-bukan-lagi-pemanasan-apa-itu/

https://damkar.bandaacehkota.go.id/2020/07/19/17-cara-mencegah-kebakaran-hutan-dan-lahan/



blogger parenting
blogger parenting Emak anak 5. belajar terus jadi istri dan emak yang baik..

15 komentar untuk "Sayangi Hutan Tanpa Nanti"

  1. Hutan sebagai paru-paru dunia sudah seharusnya kita jaga dan lestarikan. Sebenarnya seandainya pemerintah pro pada kaum adat yang begitu menjaga hutan sangat baik semua kerusakan bisa diminimalisir. Sayang pemerintah pro dengan kaum kapitalis sih
    Jadinya yg dicari keuntungannya, gak peduli hutan jadi rusak

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hiksss bener teh.
      Pelaku pembakaran hutan saja belum ada corporate yang kena sanksi berat.
      Gak ada kapoknya..

      Hapus
  2. Terasa sekali memang panas terik yang mendadak berubah hujan deras belakangan ini. Sudah begitu, cuaca yang nggak menentu malah bikin kesehatan keluarga ikut terganggu. Entah berapa kali sudah dalam sebulan aku mengalami flu yang datang-sembuh-eh datang lagi. Sudah saatnya kita berbenah untuk kembali memperhatikan Bumi, toh demi keberlangsungan hidup kita juga sebagai spesies manusia.

    BalasHapus
  3. Bersama bergerak berdaya untuk sayangi hutan tanpa nanti...Setuju sekali! Ikut peduli dengan hutan, belajar menjaganya dan menyadari kebermanfaatannya bagi keberlangsungan hidup semua makhluk di bumi. Bisa yuk bisa...!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iyes kak dian.. Bersama bergerak berdaya.. Menjaga hutan kita

      Hapus
  4. Kita perlu mengkampanyekan ini supaya menyayangi hutan. Kadang enggak habis pikir juga tega membakar hutan hanya demi kepentingan pribadi. Alhasil berimbas ke seluruh dunia. Untungnya di bulan Agustus ini enggak seekstrim bulan yang lalu ya panasnya.

    BalasHapus
  5. Keadaan cuaca di Medan mirip dengan di Makassar. Suatu ketika saya pernah terpaksa membiarkan pakaian yang terjemur dicurahi hujan deras. Mau diambil juga takutnya kita yang sakit. Tantangan berasama ya soal iklim ini.

    BalasHapus
  6. sedihhhh negeriku ini yang katanya zamrud khatulistiwa, tapi kena juga dampak pemanasan global atau skrg seperti artikel ini sebutkan pendidihan, hikss
    belum lagi kalau terjadi karhutla, duhhh jangan sampai terulang lagi yang membuat cuaca makin parah, gabisa hirup udara bersihhh,
    yuk yuk yuk jaga bumi jaga hutan yukkk

    BalasHapus
  7. Kira kira akar dari permasalahan cueknya manusia di negara ini apa ya? Baca ini malah mikir ...

    BalasHapus
  8. Jadi rindu Cemara Asri yang dulunya adalah perkebunan dan pepohonan, sekarang malah jadi lebih banyak dibangun perusahaan dan bangunan-bangunan yang kurang ramah alam 😥

    BalasHapus
  9. Soal kebakaran hutan habis ya ka, habisnya mungkin beritanya tidaj diekspos di media televisi. Tapi kali kita cari tahu persoalan kebakaean diluar jawa pasti banyak banget. Seokah sengaja ditutupi

    BalasHapus
  10. Beberapa tahun yang lalu tuh sempat parah sekali ya dampak kebakaran hutannya.
    Asapnya sampai ke negera tetangga.
    Yang di Riau, asapnya sampai ke Medan.

    Dan sekarang panasnya beneran gak kaleng-kaleng.
    AC di rumah aja dah gak mempan menahan panasnya.

    BalasHapus
  11. Ya betul kali kak. Cuaca sekrang gak bisa lagi diperkirakan. Berangkat kerja panas kali. Tiba pulang kerja udah hujan deras. Ditambah banjir pula. Padahal kalau ada hutan bisa jadi penyangga banjir gak masuk sampe ke jalan raya.

    BalasHapus
  12. bener ya, efeknya sudah berasa. ternyata sepenting itu peran hutan buat lingkungan bumi. jadi edukasi tentang pentingnya melestarikan hutan harus terus digaungkan, bahkan kalau bisa sekarang dilakukan ke kelompok masyarakat usia dini

    BalasHapus

Jangan diisi link hidup ya kawan-kawan ☺️